MEDIA PEMBELAJARAN SIFAT DISKONTINU
MATERI UNTUK MENGATASI KESENJANGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMP BERDASARKAN
GENDER
Winda Trisna Wulandari,
Abdul Latip, Lesti Fauziah
Universitas
Pendidikan Indonesia
ABSTRACT
In
learning science, especially chemistry, visual-spatial ability is in a great
need. Based on psychological theory, visual-spatial ability is influenced by
gender where males have higher score than females. If this factor do not take
into account, Chemistry learning will only benefit male students. Video of
discontinue matters properties is a media which visualizes particulate state of
matter that can help female students to gain visual-spatial ability. It
visualizes that all the things consist of smallest particles and there is a
vacuum space between particles. It can help students in explaining transition
phase phenomena in a substance. The video was given to 76 students seventh
grade Junior High School in Bandung. The respondents consist of 33 male and 43
female students. The research method used is Pre-Experimental One-Group
Pretest-Posttest design. This method is only conducted in an experimental
class. Students achievement consist of macroscopic, microscopic and symbolic
level. There are no significant differences between male and female students in
overall scores (p= 0.095). There are no significant differences in the
macroscopic (p=0.929) and microscopic level (p=0.911) between male and female
students, but in the symbolic level significant differences (p=0.025) are found
between male and female students, where female students get higher score.
Therefore, this video of discontinue matters properties can reduce
achievement’s gap between male and female students.
Keywords : Video of Discontinue matters properties, gender,
macroscopic, microscopic, symbolic.
ABSTRAK
Dalam
mempelajari sains khususnya kimia, kemampuan visual-spasial sangat dibutuhkan. Sesuai
dengan teori psikologi, kemampuan visual-spasial ini dipengaruhi oleh jenis
kelamin, dimana laki-laki mendapatkan nilai lebih tinggi daripada perempuan.
Apabila hal ini tidak ditanggapi, maka pembelajaran kimia hanya akan
menguntungkan siswa laki-laki saja. Video sifat diskontinu materi merupakan
media yang memvisualisasikan keadaan partikulat dari sebuah benda yang dapat
membantu siswa perempuan untuk memperoleh pengalaman visual-spasialnya. Video
tersebut merepresentasikan bahwa setiap benda tersusun dari partikel-partikel
terkecil dan diantara pertikel-partikel tersebut terdapat ruang hampa. Video
tersebut dapat membantu siswa dalam menjelaskan fenomena yang terjadi ketika
suatu zat mengalami perubahan wujud. Video pembelajaran tersebut diujicobakan
kepada 76 orang siswa SMP kelas VII di salah satu SMP di kota Bandung yang terdiri
dari 33 orang siswa laki-laki dan 43 orang siswa perempuan. Metode penelitian
yang digunakan adalah Pre-Eksperimental One-Group Pretest-Posttest design. Metode
tersebut hanya menggunakan satu kelas yaitu kelas eksperimen. Tes hasil belajar
yang diberikan terdiri dari level makroskopik, mikroskopik dan simbolik.
Diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar
siswa laki-laki dan perempuan secara keseluruhan (p=0,095). Pada level
makroskopik (p=0,929) dan level mikroskopik (p=0,911) tidak ditemukan adanya
perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan, tetapi pada level
simbolik (p=0,025) ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara laki-laki
dan perempuan dimana perempuan mendapatkan nilai yang lebih tinggi. Dengan
demikian video pembelajaran sifat diskontinu materi secara keseluruhan dapat
mengurangi kesenjangan hasil belajar kimia antara siswa laki-laki dan
perempuan.
Kata
Kunci
: Video Sifat Diskontinu Materi, Gender, makroskopik, mikroskopik dan simbolik
PENDAHULUAN
Ilmu
kimia merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mengkaji zat dari
segi sifat, komposisi, struktur, ikatan, perubahan, dan pembuatannya serta
perubahan energi yang terlibat. Gabel, 1999; Johnstone, 1993 (dalam Jansoon,
2009) menyatakan bahwa kimia tersusun dari topik dan konsep-konsep yang
abstrak. Ketika menggambarkan fenomena kimia, para ahli kimia menyajikannya
dalam tiga level representasi ; level makroskopik, sub-mikroskopik, dan
simbolik (Johnstone, 1991 dalam Jansoon, 2009). Tetapi, Dah-sah &
Coll, 2008 (dalam Jansoon, 2009)
menyatakan pada umumnya guru kimia lebih sering mengajarkan siswa tentang
alogaritma atau rumus-rumus untuk memecahkan permasalahan kimia. Hal ini
tampaknya sebagian besar dikarenakan adanya tekanan untuk menyelesaikan Ujian
Akhir Sekolah dengan jawaban yang benar.
Pada
konten kimia di tingkat SMP yang tergabung dalam mata pelajaran IPA, terdapat
materi yang sangat menuntut guru untuk menjelaskan ketiga level representasi
kimia yaitu tentang wujud zat dan perubahannya. Berdasarkan beberapa hasil
penelitian, ditegaskan pula perlunya memberikan materi prasyarat tentang teori
partikel sebelum siswa belajar tentang perubahan wujud zat. Salah satunya
adalah hasil penelitian Ozmen (2011) yang menyatakan bahwa pengetahuan siswa
tentang level mikroskopik pada materi wujud zat masih sangat rendah, terutama
konsepsi tentang partikel, seperti susunan partikel, ruang antar partikel,
jumlah partikel pada fasa yang berbeda, ukuran partikel dan pergerakan
partikel. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Johnson, 1998 (dalam Seoung-Hey,
2004) yang menegaskan bahwa siswa harus belajar terlebih dahulu tentang konsep
partikel sebelum belajar konsep penguapan, yang mana konsep partikel tersebut
digunakan untuk menjelaskan keadaan dari gas itu sendiri.
Akan
tetapi teori partikel itu sendiri sangat abstrak, sehingga guru merasa
kesulitan dalam menjelaskan aspek makroskopik dan mikroskopiknya, kesulitan
guru dalam menjelaskan level makroskopik adalah karena tidak tersedianya
peralatan laboratorium yang mendukung serta kesulitan dalam level mikroskopik
karena level tersebut memiliki tingkat keabstrakan yang sangat tinggi, maka
perlu adanya sebuah media yang dapat membantu guru untuk menjelaskan materi
tersebut.
Pada
penelitian Suwardi (2011) telah dirancang sebuah media pembelajaran berupa
video pembelajaran tentang sifat diskontinu materi. Video tersebut berupa video
demonstrasi yang menampilkan fenomena-fenomena yang terjadi, tidak hanya
menampilkan percobaan sebagai unsur makroskopik, tetapi ditampilkan juga aspek
mikroskopiknya, sehingga informasi yang diterima oleh siswa utuh dan siswa
dapat menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam percobaan, mulai dari
unsur makroskopik sampai mikroskopiknya. Akan tetapi video tersebut belum
diujicobakan kepada siswa, hanya sebatas dilakukan validasi oleh para dosen dan
direkomendasikan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai video tersebut.
Hamalik, 1986 (dalam Arsyad, 2011) mengemukakan bahwa pemakaian media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Selain itu, belajar
dengan menggunakan indera ganda-pandang dan dengar-memberikan keuntungan bagi
siswa. Perbandingan pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera
dengar sangat menonjol perbedaannya. Kurang lebih 90% hasil belajar seseorang
diperoleh melalui indera pandang, dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indera
dengar dan 5% lagi dengan indera lainnya (Baugh dalam Arsyad, 2011).
Dalam
beberapa penelitian ditemukan bahwa terdapat hubungan antara hasil belajar
sains dengan jenis kelamin. Taasoobshirazi, 2008 menyatakan bahwa perbedaan
jenis kelamin mempengaruhi keahlian dalam bidang sains, dimana siswa laki-laki
mendapatkan nilai yang lebih tinggi daripada siswa perempuan, dan disarankan
untuk melakukan penelitian secara spesifik dalam bidang kimia, dimana terdapat
pengaruh jenis kelamin yang besar dalam prestasi dan partisipasi. Perbedaan
jenis kelamin dalam hasil belajar sains tersebut ada kaitannya dengan kemampuan
visual-spasial. Kemampuan visual-spasial ini diantaranya adalah kemampuan
merepresentasikan, merotasikan dan menginversikan objek dua dimensi ke dalam
tiga dimensi (Barnea 1999). Linn dan Petersen, 1986 dalam Halpern 2000
menyatakan bahwa perbedaan yang paling sering ditemukan antara laki-laki dan
perempuan adalah kemampuan menngubah gambaran visual-spasial dalam ingatan,
dimana laki-laki mendapatkan skor yang lebih tinggi.
Akan
tetapi, pada tahun 1999 Barnea melakukan penelitian terhadap siswa kelas 10 di
salah satu SMA di Israel dengan menggunakan Computerized
Molecular Modeling (CMM) pada pembelajaran kimia, ternyata diperoleh hasil
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam prestasi dan kemampuan
spasial antara laki-laki dan perempuan. Bahkan persepsi tentang model struktur
siswa perempuan yang berada dalam kelas eksperimen lebih meningkat dibandingkan
dengan siswa perempuan pada kelas kontrol. Hasil penelitian lain yang mendukung
adalah penelitian dari Terlecki (2005) yang menyatakan bahwa penggunaan media
komputer dapat mendorong anak perempuan untuk mendapatkan pengalaman spasial
serta membantu untuk menjembatani kesenjangan kemampuan spasial diantara kedua
jenis kelamin.
Berdasarkan
hasil tinjauan dari berbagai literatur dan hasil penelitian yang sudah
disebutkan di atas, maka penulis mencoba meneliti tentang pengaruh dari
penggunaan video pembelajaran sifat diskontinu materi terhadap hasil belajar
siswa SMP ditinjau dari gender. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah
bagaimanakah pengaruh penggunaan video pembelajaran sifat diskontinu materi
terhadap hasil belajar siswa SMP ditinjau dari gender. Hasil belajar yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam hal menyelesaikan
soal-soal pada materi wujud zat dan perubahannya yang memperhatikan level
representasi kimia yaitu level makroskopik, submikroskopik dan simbolik.
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengurangi kesenjangan hasil belajar siswa SMP
pada materi wujud zat dan perubahannya berdasarkan gender dengan menggunakan
video pembelajaran sifat diskontinu materi. Penelitian ini memebrikan manfaat
baik bagi siswa, guru maupun bagi peneliti lain. Adapun manfaat bagi siswa :
1). Memberikan pengetahuan kepada siswa bahwa dalam belajar kimia itu terdiri
dari tiga level representasi, yaitu level makroskopik, submikroskopik dan
simbolik. 2). Membantu siswa perempuan untuk mengatasi kekuarangan dalam hal
keterbatasan berpikir abstrak. Sementara itu, manfaat bagi guru sebagai berikut
: 1). Memberikan informasi kepada guru tentang media yang bisa digunakan untuk
memperkenalkan partikel terkecil penyusun suatu zat. 2). Memberikan informasi
kepada guru bahwa dalam pembelajaran kimia harus memperhatikan gender.
Sedangkan bagi peneliti lain yang mau mengembangkan pembelajaran yang
mengarahkan pada representasi kimia, penelitian ini memberikan manfaat : 1).
Memberikan informasi tentang keefektifan penggunan video pembelajaran sifat
diskontinu materi terhadap hasil belajar siswa.
METODE
Penelitian
ini dilakukan selama 7 bulan. Subjek penelitiannya adalah siswa SMP kelas VII
di salah satu SMP di kota Bandung sebanyak 76 orang, dimana siswa laki-laki
sebanyak 33 orang dan perempuan sebanyak 43 orang. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah desain Pre-Eksperimental
One-Group Pretest-Posttest. Desain penelitian ini hanya menggunakan satu
kelompok. Kelompok yag dijadikan sampel tersebut sesuai dengan kondisi dan
tatanan semula tidak dilakukan randomisasi. Kelompok tersebut diberi pretest sebelum diberi perlakuan. Kemudian dilakukan
pembelajaran dengan menggunakan Video Sifat Diskontinu Materi pada saat
mempelajari materi prasyarat. Setelah itu dilakukan pembelajaran Wujud Zat dan
Perubahannya dengan menggunakan metode konvensional. Setelah pembelajaran
tersebut, dilakukan posttest dengan
menggunakan soal yang sama dengan soal pretest.
Instrumen
yang digunakan adalah tes hasil belajar aspek kognitif yang mencakup level
makroskopik, mikroskopik dan simbolik. Tes hasil belajar ini dicari nilai
N-gain nya kemudian diolah secara statistik. Uji statistik yang pertama
dilakukan adalah uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak. Jika data tidak berdistribusi normal maka uji
hipotesis yang digunakan adalah uji non-parametrik yaitu dengan menggunakan uji
Mann-Whitney. Sedangkan jika data
berdistribusi normal, uji hipotesis yang digunakan adalah uji parametrik, sebelum
diuji hipotesisnya, data yang berdistribusi normal harus diuji homogenitasnya
yang bertujuan untuk mengetahui apakah data yang digunakan memiliki variansi
yang homogen atau tidak. Jika data yang digunakan homogen, maka uji hipotesis
yang digunakan adalah uji t, jika data tidak homogen, maka uji hipotesis yang
digunakan adalah uji t’.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Skor
akhir
Hasil dari
pengolahan data untuk skor secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
Tabel.1 Hasil
Pengolahan Data Hasil Belajar Keseluruhan
Jenis Kelamin
|
N
|
Rata-rata Prites
|
Rata-rata Postes
|
Rata-rata N-Gain
|
SD
|
Uji Normalitas
|
Uji Homogenitas
|
Uji t
|
Sig.
|
Sig
|
Sig.
|
||||||
Laki-laki
|
33
|
24.78
|
28.74
|
0.3611
|
0.22
|
0.200
|
0.651
|
0.095
|
Perempuan
|
43
|
51.33
|
59.34
|
0.4436
|
0.20
|
0.200
|
Berdasarkan tabel
diatas terlihat bahwa dari hasil uji normalitas, nilai sig > 0.05 yaitu
sebesar 0.200 artinya data berdistribusi normal dan memiliki variansi yang
homogen karena hasil uji homogenitas menunjukkan nilai sig > 0.05 yaitu
sebesar 0.651. Karena data berdistribusi normal dan memiliki variansi yang
homogen maka untuk menguji hipotesis digunakan uji parametrik yaitu uji t.
Hasil nya menunjukkan bahwa nilai sig > 0.05 yaitu 0.095 artinya Ho
diterima yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan pada hasil belajar secara keseluruhan.
Level
Makroskopik
Pada level
makroskopik tidak semua sampel digunakan, hanya 22 orang siswa laki-laki dan 24
orang siswa perempuan. Hal ini dikarenakan ada siswa yang telah mendapatkan
nilai maksimum pada level makroskopik, sehingga nilai N-gain nya tidak dapat
ditentukan. Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa data tidak berdistribusi
normal karena nilai sig untuk uji normalitas yaitu 0.000 (<0 .05="" adalah="" digunakan="" hipotesis="" i="" non-parametrik="" sehingga="" style="mso-bidi-font-style: normal;" uji="" yang="">Mann Whitney0>
). Hasilnya menunjukkan
bahwa sig > 0.05 (0.929), yang artinya Ho diterima atau tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada level
makroskopik. Hasil pengolahan datanya dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel.2 Hasil
Pengolahan Data Hasil Belajar Level Makroskopik
Jenis Kelamin
|
N
|
Rata-rata Prites
|
Rata-rata Postes
|
Rata-rata N-Gain
|
SD
|
Uji Normalitas
|
Uji Mann-Whitney
|
Sig.
|
Sig.
|
||||||
Laki-laki
|
24
|
4.70
|
5.37
|
0.60
|
0.53
|
0.000
|
0.929
|
Perempuan
|
22
|
4.45
|
5.40
|
0.66
|
0.46
|
0.000
|
Level
Mikroskopik
Untuk hasil
pengolahan data pada level mikroskopik disajikan pada table di bawah ini:
Tabel.3 Hasil
Pengolahan Data Hasil Belajar Level Mikroskopik
Jenis Kelamin
|
N
|
Rata-rata Prites
|
Rata-rata Postes
|
Rata-rata N-Gain
|
SD
|
Uji Normalitas
|
Uji Homogenitas
|
Uji Mann-Whitney
|
Sig.
|
Sig
|
Sig.
|
||||||
Laki-laki
|
33
|
5.5
|
11.94
|
0.2687
|
0.20
|
0.183
|
0.516
|
0.911
|
Perempuan
|
43
|
7.07
|
13.94
|
0.2741
|
0.21
|
0.069
|
Berdasarkan
tabel diatas terlihat bahwa data berdistribusi normal dengan nilai sig >
0.05. Dari hasil uji homogenitas nilai sig > 0.05 yaitu sebesar 0.516
sehingga data memiliki variansi yang homogeny. Karena data berdistribusi normal
dan homogen maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji parametrik dengan
menggunakan uji t. Dari hasil uji t diperoleh nilai sig sebesar 0.911
(>0.05) yang artinya tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara hail
belajar laki-laki dan perempuan pada level mikroskopik (Ho
diterima).
Level
Simbolik
Hasil pengolahan data untuk hasil
belajar pada level simbolik, ditunjukkan dalam table dibawah ini:
Tabel.2 Hasil
Pengolahan Data Hasil Belajar Level Simbolik
Jenis Kelamin
|
N
|
Rata-rata Prites
|
Rata-rata Postes
|
Rata-rata N-Gain
|
SD
|
Uji Normalitas
|
Uji Mann-Whitney
|
Sig.
|
Sig.
|
||||||
Laki-laki
|
33
|
0.00
|
6.21
|
0.51
|
0.38
|
0.009
|
0.025
|
Perempuan
|
43
|
0.093
|
8.62
|
0.71
|
0.30
|
0.000
|
Berdasarkan tabel diatas diperoleh
hasil bahwa data berdistribusi tidak normal, dilihat dari nilai sig < 0.05,
sehingga uji hipotesis yang digunakan adalah uji non-parametrik yaitu dengan
menggunakan uji Mann-Whitney. Dari
hasil uji hipotesis diperoleh bahwa nilai sig < 0.05 (0.025), artinya
terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa laki-laki dan
perempuan pada level simbolik.
Pembahasan
Dari hasil pengolahan data diperoleh
bahwa secara keseluruhan hasil belajar siswa laki-laki dan perempuan tidak
berbeda secara signifikan. Artinya baik laki-laki maupun perempuan memperoleh
kemampuan yang sama setelah mengalami proses pembelajaran dengan menggunakan
video sifat diskontinu materi, khususnya untuk kemampuan kognitif. Kemampuan
kognitif tersebut terdiri dari level makroskopik, mikroskopik dan simbolik.
Untuk
level yang pertama yaitu level makroskopik, hasil pengolahan data menunjukkan
tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan, level
ini berkaitan dengan fenomena-fenomena perubahan wujud zat yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari seperti kapur barus yang menyublim, baju yang dijemur
lama kelamaan menjadi kering, terbentuknya es batu, dan lain-lain. Baik siswa
laki-laki maupun perempuan mengalami pengalaman fisik yang sama dalam mengamati
fenomena-fenomena tersebut sehingga siswa laki-laki maupun perempuan dapat
menyelesaikan soal pada level ini dengan baik. Hal ini sejalan juga dengan
hasil penelitian Vebriyanti (2011) mengenai analisis hasil belajar gender siswa
SMA pada materi hidrolisis garam yang mengemukakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa laki-laki dan perempuan
pada level makroskopik.
Sama halnya dengan level simbolik,
pada level mikroskopik juga tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan
antara hasil belajar siswa laki-laki dan perempuan. Kemampuan yang dituntut
dalam menyelesaikan soal pada level ini adalah kemampuan visual-spasial dalam
menggambarkan model partikel dari suatu zat ketika sebelum dan setelah
mengalami perubahan wujud zat. Secara teori, kemampuan visual-spasial perempuan
lebih rendah daripada laki-laki, akan tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa
dengan menggunakan video sifat diskontinu materi tidak ditemukannya perbedaan
yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada level mikroskopis, artinya
media berupa sifat diskontinu materi ini dapat mengurangi kesenjangan tersebut
atau denagn kata lain Video Pembelajaran Sifat Diskontinu Materi adalah salah
satu media pembelajaran yang efektif untuk memberikan pengalaman visual-spasial
kepada perempuan yang secara teori memiliki kemampuan visual-spasial yang lebih
rendah dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, kemampuan lain yang dituntut
adalah kemampuan verbal yaitu menguraikan apa yang terjadi pada level
mikroskopik melalui kata-kata seperti menjelaskan hubungan energi dengan
pergerakan dan susunan partikel pada zat yang mengalami perubahan wujud. Sears
(1985) menyebutkan bahwa perempuan mempunyai kemampuan yang lebih baik daripada
pria dalam kemampuan verbal. Oleh karena itu, kemampuan verbal juga dapat
membantu siswa perempuan dalam menyelesaikan soal pada level mikroskopik ini.
Level
yang terakhir adalah level simbolik. Pengolahan data menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa laki-laki dan perempuan berbeda secara signifikan pada level
simbolik di mana siswa perempuan mendapatkan nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan level simbolik pada materi
wujud zat dan perubahannya bukan berupa perhitungan atau persamaan matematis
yang menuntut kemampuan matematika melainkan berhubungan dengan persamaan kimia
yang didalamnya terdapat rumus kimia suatu zat beserta fasanya. Level simbolik
tersebut lebih banyak menuntut kemampuan menghapal. Halpern (2000) menyatakan
bahwa perempuan menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi dalam hal mengingat.
Oleh karena itu, pada level simbolik ini perempuan memiliki kesempatan
mendapatkan nilai yang lebih tinggi daripada laki-laki.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian, diperoleh bahwa secara keseluruhan tidak ditemukannya
perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam hasil belajar
melalui pembelajaran dengan menggunakan video pembelajaran sifat diskontinu
materi (p=0.095). Pada level
makroskopik tidak ditemukannya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar
laki-laki dan perempuan (p=0.929),
begitu juga dengan level mikroskopik, tidak ditemukannya perbedaan yang
signifikan antara laki-laki dan perempuan (p=0.911).
sedangkan pada level simbolik ditemukan perbedaan yang signifikan antara hasil
belajar laki-laki dan perempuan (p=0.025).
DAFTAR
PUSTAKA
Arsyad, Azhar.
2005. Media Pembelajaran. Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada.
Barnea,
Nitza dan yehudit J. Dori. 1999. High-School
Chemistry Students’ Performance and Gender Differences in a Computerized
Molecular Modelin. Journal of Science Education and Technology, Vol. 8, No.
4.
Hake,
Richard R.1999. Analyzing Change/Gain
Scores. Dept. of Physics, Indiana University 24245 Hatteras Street,
Woodland Hills, CA, 91367 USA.
Halpern,
Diane F dan Mary L. LaMay.2000. The
Smarter Sex: A Critical Review of Sex Differences in Intelligence.
Educational Psychology Review, Vol. 12, No. 2.
Jansoon,
Ninna, et al.2009. Understanding Mental
Models of Dilution in Thai Students.
International Journal of Environmental & Science Education Vol. 4, No. 2,
147-168.
Ozmen, Haluk.2011. Turkish primary students' conceptions about the particulate nature of
matter. International Journal of Environmental & Science Education Vol.
6, No. 1, 99-121.
Sears, David O,
et al.1985. Psikologi Sosial. Jakarta:
Erlangga.
Seoung-Hey,
Paik. (2004). K-8th grade Korean
students’ conceptions of ‘changes of state’ and ‘conditions for changes of
state’. International Jurnal of Science Education VOL. 26, NO. 2, 207–224.
Suwardi,
Surya.2011. Pembuatan Video Pembelajaran
Sifat Diskontinu Materi pada Mata Pelajaran IPA SMP. Skripsi pada FPMIPA
UPI Bandung : tidak diterbitkan
Taasoobshirazi,
Gita & Carr, Martha.2008. Gender
Differences in Science : An Expertise Perspective. Educ Psychol Rev 20 :
149-169.
Terlecki,
Melissa S dan Nora S . Newcombe.2005. How
Important Is the Digital Divide? The Relation of Computer and Videogame U sage
to Gender Differences in Mental Rotation Ability. Sex Roles, Vol. 53, Nos.
5/6, DOI: 10.1007/s11199-005-6765-0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar