Senin, 17 Juni 2013

MEDIA PEMBELAJARAN SIFAT DISKONTINU MATERI UNTUK MENGATASI KESENJANGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMP BERDASARKAN GENDER

MEDIA PEMBELAJARAN SIFAT DISKONTINU MATERI UNTUK MENGATASI KESENJANGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMP BERDASARKAN GENDER
Winda Trisna Wulandari, Abdul Latip, Lesti Fauziah
Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRACT

In learning science, especially chemistry, visual-spatial ability is in a great need. Based on psychological theory, visual-spatial ability is influenced by gender where males have higher score than females. If this factor do not take into account, Chemistry learning will only benefit male students. Video of discontinue matters properties is a media which visualizes particulate state of matter that can help female students to gain visual-spatial ability. It visualizes that all the things consist of smallest particles and there is a vacuum space between particles. It can help students in explaining transition phase phenomena in a substance. The video was given to 76 students seventh grade Junior High School in Bandung. The respondents consist of 33 male and 43 female students. The research method used is Pre-Experimental One-Group Pretest-Posttest design. This method is only conducted in an experimental class. Students achievement consist of macroscopic, microscopic and symbolic level. There are no significant differences between male and female students in overall scores (p= 0.095). There are no significant differences in the macroscopic (p=0.929) and microscopic level (p=0.911) between male and female students, but in the symbolic level significant differences (p=0.025) are found between male and female students, where female students get higher score. Therefore, this video of discontinue matters properties can reduce achievement’s gap between male and female students.
Keywords : Video of Discontinue matters properties, gender, macroscopic, microscopic, symbolic.

ABSTRAK

Dalam mempelajari sains khususnya kimia, kemampuan visual-spasial sangat dibutuhkan. Sesuai dengan teori psikologi, kemampuan visual-spasial ini dipengaruhi oleh jenis kelamin, dimana laki-laki mendapatkan nilai lebih tinggi daripada perempuan. Apabila hal ini tidak ditanggapi, maka pembelajaran kimia hanya akan menguntungkan siswa laki-laki saja. Video sifat diskontinu materi merupakan media yang memvisualisasikan keadaan partikulat dari sebuah benda yang dapat membantu siswa perempuan untuk memperoleh pengalaman visual-spasialnya. Video tersebut merepresentasikan bahwa setiap benda tersusun dari partikel-partikel terkecil dan diantara pertikel-partikel tersebut terdapat ruang hampa. Video tersebut dapat membantu siswa dalam menjelaskan fenomena yang terjadi ketika suatu zat mengalami perubahan wujud. Video pembelajaran tersebut diujicobakan kepada 76 orang siswa SMP kelas VII di salah satu SMP di kota Bandung yang terdiri dari 33 orang siswa laki-laki dan 43 orang siswa perempuan. Metode penelitian yang digunakan adalah Pre-Eksperimental One-Group Pretest-Posttest design. Metode tersebut hanya menggunakan satu kelas yaitu kelas eksperimen. Tes hasil belajar yang diberikan terdiri dari level makroskopik, mikroskopik dan simbolik. Diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa laki-laki dan perempuan secara keseluruhan (p=0,095). Pada level makroskopik (p=0,929) dan level mikroskopik (p=0,911) tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan, tetapi pada level simbolik (p=0,025) ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dimana perempuan mendapatkan nilai yang lebih tinggi. Dengan demikian video pembelajaran sifat diskontinu materi secara keseluruhan dapat mengurangi kesenjangan hasil belajar kimia antara siswa laki-laki dan perempuan.
Kata Kunci : Video Sifat Diskontinu Materi, Gender, makroskopik, mikroskopik dan simbolik


PENDAHULUAN

Ilmu kimia merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mengkaji zat dari segi sifat, komposisi, struktur, ikatan, perubahan, dan pembuatannya serta perubahan energi yang terlibat. Gabel, 1999; Johnstone, 1993 (dalam Jansoon, 2009) menyatakan bahwa kimia tersusun dari topik dan konsep-konsep yang abstrak. Ketika menggambarkan fenomena kimia, para ahli kimia menyajikannya dalam tiga level representasi ; level makroskopik, sub-mikroskopik, dan simbolik (Johnstone, 1991 dalam Jansoon, 2009). Tetapi, Dah-sah  &  Coll,  2008 (dalam Jansoon, 2009) menyatakan pada umumnya guru kimia lebih sering mengajarkan siswa tentang alogaritma atau rumus-rumus untuk memecahkan permasalahan kimia. Hal ini tampaknya sebagian besar dikarenakan adanya tekanan untuk menyelesaikan Ujian Akhir Sekolah dengan jawaban yang benar.
Pada konten kimia di tingkat SMP yang tergabung dalam mata pelajaran IPA, terdapat materi yang sangat menuntut guru untuk menjelaskan ketiga level representasi kimia yaitu tentang wujud zat dan perubahannya. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, ditegaskan pula perlunya memberikan materi prasyarat tentang teori partikel sebelum siswa belajar tentang perubahan wujud zat. Salah satunya adalah hasil penelitian Ozmen (2011) yang menyatakan bahwa pengetahuan siswa tentang level mikroskopik pada materi wujud zat masih sangat rendah, terutama konsepsi tentang partikel, seperti susunan partikel, ruang antar partikel, jumlah partikel pada fasa yang berbeda, ukuran partikel dan pergerakan partikel. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Johnson, 1998 (dalam Seoung-Hey, 2004) yang menegaskan bahwa siswa harus belajar terlebih dahulu tentang konsep partikel sebelum belajar konsep penguapan, yang mana konsep partikel tersebut digunakan untuk menjelaskan keadaan dari gas itu sendiri.
Akan tetapi teori partikel itu sendiri sangat abstrak, sehingga guru merasa kesulitan dalam menjelaskan aspek makroskopik dan mikroskopiknya, kesulitan guru dalam menjelaskan level makroskopik adalah karena tidak tersedianya peralatan laboratorium yang mendukung serta kesulitan dalam level mikroskopik karena level tersebut memiliki tingkat keabstrakan yang sangat tinggi, maka perlu adanya sebuah media yang dapat membantu guru untuk menjelaskan materi tersebut.
Pada penelitian Suwardi (2011) telah dirancang sebuah media pembelajaran berupa video pembelajaran tentang sifat diskontinu materi. Video tersebut berupa video demonstrasi yang menampilkan fenomena-fenomena yang terjadi, tidak hanya menampilkan percobaan sebagai unsur makroskopik, tetapi ditampilkan juga aspek mikroskopiknya, sehingga informasi yang diterima oleh siswa utuh dan siswa dapat menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam percobaan, mulai dari unsur makroskopik sampai mikroskopiknya. Akan tetapi video tersebut belum diujicobakan kepada siswa, hanya sebatas dilakukan validasi oleh para dosen dan direkomendasikan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai video tersebut. Hamalik, 1986 (dalam Arsyad, 2011) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Selain itu, belajar dengan menggunakan indera ganda-pandang dan dengar-memberikan keuntungan bagi siswa. Perbandingan pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang dan indera dengar sangat menonjol perbedaannya. Kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang, dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indera dengar dan 5% lagi dengan indera lainnya (Baugh dalam Arsyad, 2011).
Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa terdapat hubungan antara hasil belajar sains dengan jenis kelamin. Taasoobshirazi, 2008 menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin mempengaruhi keahlian dalam bidang sains, dimana siswa laki-laki mendapatkan nilai yang lebih tinggi daripada siswa perempuan, dan disarankan untuk melakukan penelitian secara spesifik dalam bidang kimia, dimana terdapat pengaruh jenis kelamin yang besar dalam prestasi dan partisipasi. Perbedaan jenis kelamin dalam hasil belajar sains tersebut ada kaitannya dengan kemampuan visual-spasial. Kemampuan visual-spasial ini diantaranya adalah kemampuan merepresentasikan, merotasikan dan menginversikan objek dua dimensi ke dalam tiga dimensi (Barnea 1999). Linn dan Petersen, 1986 dalam Halpern 2000 menyatakan bahwa perbedaan yang paling sering ditemukan antara laki-laki dan perempuan adalah kemampuan menngubah gambaran visual-spasial dalam ingatan, dimana laki-laki mendapatkan skor yang lebih tinggi.
Akan tetapi, pada tahun 1999 Barnea melakukan penelitian terhadap siswa kelas 10 di salah satu SMA di Israel dengan menggunakan Computerized Molecular Modeling (CMM) pada pembelajaran kimia, ternyata diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam prestasi dan kemampuan spasial antara laki-laki dan perempuan. Bahkan persepsi tentang model struktur siswa perempuan yang berada dalam kelas eksperimen lebih meningkat dibandingkan dengan siswa perempuan pada kelas kontrol. Hasil penelitian lain yang mendukung adalah penelitian dari Terlecki (2005) yang menyatakan bahwa penggunaan media komputer dapat mendorong anak perempuan untuk mendapatkan pengalaman spasial serta membantu untuk menjembatani kesenjangan kemampuan spasial diantara kedua jenis kelamin.
Berdasarkan hasil tinjauan dari berbagai literatur dan hasil penelitian yang sudah disebutkan di atas, maka penulis mencoba meneliti tentang pengaruh dari penggunaan video pembelajaran sifat diskontinu materi terhadap hasil belajar siswa SMP ditinjau dari gender. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh penggunaan video pembelajaran sifat diskontinu materi terhadap hasil belajar siswa SMP ditinjau dari gender. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam hal menyelesaikan soal-soal pada materi wujud zat dan perubahannya yang memperhatikan level representasi kimia yaitu level makroskopik, submikroskopik dan simbolik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengurangi kesenjangan hasil belajar siswa SMP pada materi wujud zat dan perubahannya berdasarkan gender dengan menggunakan video pembelajaran sifat diskontinu materi. Penelitian ini memebrikan manfaat baik bagi siswa, guru maupun bagi peneliti lain. Adapun manfaat bagi siswa : 1). Memberikan pengetahuan kepada siswa bahwa dalam belajar kimia itu terdiri dari tiga level representasi, yaitu level makroskopik, submikroskopik dan simbolik. 2). Membantu siswa perempuan untuk mengatasi kekuarangan dalam hal keterbatasan berpikir abstrak. Sementara itu, manfaat bagi guru sebagai berikut : 1). Memberikan informasi kepada guru tentang media yang bisa digunakan untuk memperkenalkan partikel terkecil penyusun suatu zat. 2). Memberikan informasi kepada guru bahwa dalam pembelajaran kimia harus memperhatikan gender. Sedangkan bagi peneliti lain yang mau mengembangkan pembelajaran yang mengarahkan pada representasi kimia, penelitian ini memberikan manfaat : 1). Memberikan informasi tentang keefektifan penggunan video pembelajaran sifat diskontinu materi terhadap hasil belajar siswa.


METODE

Penelitian ini dilakukan selama 7 bulan. Subjek penelitiannya adalah siswa SMP kelas VII di salah satu SMP di kota Bandung sebanyak 76 orang, dimana siswa laki-laki sebanyak 33 orang dan perempuan sebanyak 43 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain Pre-Eksperimental One-Group Pretest-Posttest. Desain penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok. Kelompok yag dijadikan sampel tersebut sesuai dengan kondisi dan tatanan semula tidak dilakukan randomisasi. Kelompok tersebut diberi pretest sebelum diberi perlakuan. Kemudian dilakukan pembelajaran dengan menggunakan Video Sifat Diskontinu Materi pada saat mempelajari materi prasyarat. Setelah itu dilakukan pembelajaran Wujud Zat dan Perubahannya dengan menggunakan metode konvensional. Setelah pembelajaran tersebut, dilakukan posttest dengan menggunakan soal yang sama dengan soal pretest.
Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar aspek kognitif yang mencakup level makroskopik, mikroskopik dan simbolik. Tes hasil belajar ini dicari nilai N-gain nya kemudian diolah secara statistik. Uji statistik yang pertama dilakukan adalah uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Jika data tidak berdistribusi normal maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji non-parametrik yaitu dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Sedangkan jika data berdistribusi normal, uji hipotesis yang digunakan adalah uji parametrik, sebelum diuji hipotesisnya, data yang berdistribusi normal harus diuji homogenitasnya yang bertujuan untuk mengetahui apakah data yang digunakan memiliki variansi yang homogen atau tidak. Jika data yang digunakan homogen, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji t, jika data tidak homogen, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji t’.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Skor akhir

Hasil dari pengolahan data untuk skor secara keseluruhan adalah sebagai berikut:

Tabel.1 Hasil Pengolahan Data Hasil Belajar Keseluruhan
Jenis Kelamin
N
Rata-rata Prites
Rata-rata Postes
Rata-rata N-Gain
SD
Uji Normalitas
Uji Homogenitas
Uji t
Sig.
Sig
Sig.
Laki-laki
33
24.78
28.74
0.3611
0.22
0.200
0.651
0.095
Perempuan
43
51.33
59.34
0.4436
0.20
0.200









Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa dari hasil uji normalitas, nilai sig > 0.05 yaitu sebesar 0.200 artinya data berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen karena hasil uji homogenitas menunjukkan nilai sig > 0.05 yaitu sebesar 0.651. Karena data berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen maka untuk menguji hipotesis digunakan uji parametrik yaitu uji t. Hasil nya menunjukkan bahwa nilai sig > 0.05 yaitu 0.095 artinya Ho diterima yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada hasil belajar secara keseluruhan.

Level Makroskopik

Pada level makroskopik tidak semua sampel digunakan, hanya 22 orang siswa laki-laki dan 24 orang siswa perempuan. Hal ini dikarenakan ada siswa yang telah mendapatkan nilai maksimum pada level makroskopik, sehingga nilai N-gain nya tidak dapat ditentukan. Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa data tidak berdistribusi normal karena nilai sig untuk uji normalitas yaitu 0.000 (<0 .05="" adalah="" digunakan="" hipotesis="" i="" non-parametrik="" sehingga="" style="mso-bidi-font-style: normal;" uji="" yang="">Mann Whitney
). Hasilnya menunjukkan bahwa sig > 0.05 (0.929), yang artinya Ho diterima atau tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada level makroskopik. Hasil pengolahan datanya dapat dilihat pada table dibawah ini:

Tabel.2 Hasil Pengolahan Data Hasil Belajar Level Makroskopik
Jenis Kelamin
N
Rata-rata Prites
Rata-rata Postes
Rata-rata N-Gain
SD
Uji Normalitas
Uji Mann-Whitney
Sig.
Sig.
Laki-laki
24
4.70
5.37
0.60
0.53
0.000
0.929
Perempuan
22
4.45
5.40
0.66
0.46
0.000










Level Mikroskopik

Untuk hasil pengolahan data pada level mikroskopik disajikan pada table di bawah ini:
Tabel.3 Hasil Pengolahan Data Hasil Belajar Level Mikroskopik

Jenis Kelamin
N
Rata-rata Prites
Rata-rata Postes
Rata-rata N-Gain
SD
Uji Normalitas
Uji Homogenitas
Uji Mann-Whitney
Sig.
Sig
Sig.
Laki-laki
33
5.5
11.94
0.2687
0.20
0.183
0.516
0.911
Perempuan
43
7.07
13.94
0.2741
0.21
0.069









Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa data berdistribusi normal dengan nilai sig > 0.05. Dari hasil uji homogenitas nilai sig > 0.05 yaitu sebesar 0.516 sehingga data memiliki variansi yang homogeny. Karena data berdistribusi normal dan homogen maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji parametrik dengan menggunakan uji t. Dari hasil uji t diperoleh nilai sig sebesar 0.911 (>0.05) yang artinya tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara hail belajar laki-laki dan perempuan pada level mikroskopik (Ho diterima).


Level Simbolik

            Hasil pengolahan data untuk hasil belajar pada level simbolik, ditunjukkan dalam table dibawah ini:
Tabel.2 Hasil Pengolahan Data Hasil Belajar Level Simbolik

Jenis Kelamin
N
Rata-rata Prites
Rata-rata Postes
Rata-rata N-Gain
SD
Uji Normalitas
Uji Mann-Whitney
Sig.
Sig.
Laki-laki
33
0.00
6.21
0.51
0.38
0.009
0.025
Perempuan
43
0.093
8.62
0.71
0.30
0.000

            Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil bahwa data berdistribusi tidak normal, dilihat dari nilai sig < 0.05, sehingga uji hipotesis yang digunakan adalah uji non-parametrik yaitu dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Dari hasil uji hipotesis diperoleh bahwa nilai sig < 0.05 (0.025), artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa laki-laki dan perempuan pada level simbolik.

Pembahasan

            Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa secara keseluruhan hasil belajar siswa laki-laki dan perempuan tidak berbeda secara signifikan. Artinya baik laki-laki maupun perempuan memperoleh kemampuan yang sama setelah mengalami proses pembelajaran dengan menggunakan video sifat diskontinu materi, khususnya untuk kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif tersebut terdiri dari level makroskopik, mikroskopik dan simbolik.
Untuk level yang pertama yaitu level makroskopik, hasil pengolahan data menunjukkan tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan, level ini berkaitan dengan fenomena-fenomena perubahan wujud zat yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti kapur barus yang menyublim, baju yang dijemur lama kelamaan menjadi kering, terbentuknya es batu, dan lain-lain. Baik siswa laki-laki maupun perempuan mengalami pengalaman fisik yang sama dalam mengamati fenomena-fenomena tersebut sehingga siswa laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan soal pada level ini dengan baik. Hal ini sejalan juga dengan hasil penelitian Vebriyanti (2011) mengenai analisis hasil belajar gender siswa SMA pada materi hidrolisis garam yang mengemukakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa laki-laki dan perempuan pada level makroskopik.
            Sama halnya dengan level simbolik, pada level mikroskopik juga tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa laki-laki dan perempuan. Kemampuan yang dituntut dalam menyelesaikan soal pada level ini adalah kemampuan visual-spasial dalam menggambarkan model partikel dari suatu zat ketika sebelum dan setelah mengalami perubahan wujud zat. Secara teori, kemampuan visual-spasial perempuan lebih rendah daripada laki-laki, akan tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan video sifat diskontinu materi tidak ditemukannya perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada level mikroskopis, artinya media berupa sifat diskontinu materi ini dapat mengurangi kesenjangan tersebut atau denagn kata lain Video Pembelajaran Sifat Diskontinu Materi adalah salah satu media pembelajaran yang efektif untuk memberikan pengalaman visual-spasial kepada perempuan yang secara teori memiliki kemampuan visual-spasial yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu, kemampuan lain yang dituntut adalah kemampuan verbal yaitu menguraikan apa yang terjadi pada level mikroskopik melalui kata-kata seperti menjelaskan hubungan energi dengan pergerakan dan susunan partikel pada zat yang mengalami perubahan wujud. Sears (1985) menyebutkan bahwa perempuan mempunyai kemampuan yang lebih baik daripada pria dalam kemampuan verbal. Oleh karena itu, kemampuan verbal juga dapat membantu siswa perempuan dalam menyelesaikan soal pada level mikroskopik ini.
Level yang terakhir adalah level simbolik. Pengolahan data menunjukkan bahwa hasil belajar siswa laki-laki dan perempuan berbeda secara signifikan pada level simbolik di mana siswa perempuan mendapatkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan level simbolik pada materi wujud zat dan perubahannya bukan berupa perhitungan atau persamaan matematis yang menuntut kemampuan matematika melainkan berhubungan dengan persamaan kimia yang didalamnya terdapat rumus kimia suatu zat beserta fasanya. Level simbolik tersebut lebih banyak menuntut kemampuan menghapal. Halpern (2000) menyatakan bahwa perempuan menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi dalam hal mengingat. Oleh karena itu, pada level simbolik ini perempuan memiliki kesempatan mendapatkan nilai yang lebih tinggi daripada laki-laki.


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa secara keseluruhan tidak ditemukannya perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam hasil belajar melalui pembelajaran dengan menggunakan video pembelajaran sifat diskontinu materi (p=0.095). Pada level makroskopik tidak ditemukannya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar laki-laki dan perempuan (p=0.929), begitu juga dengan level mikroskopik, tidak ditemukannya perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan (p=0.911). sedangkan pada level simbolik ditemukan perbedaan yang signifikan antara hasil belajar laki-laki dan perempuan (p=0.025).


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Barnea, Nitza dan yehudit J. Dori. 1999. High-School Chemistry Students’ Performance and Gender Differences in a Computerized Molecular Modelin. Journal of Science Education and Technology, Vol. 8, No. 4.
Hake, Richard R.1999. Analyzing Change/Gain Scores. Dept. of Physics, Indiana University 24245 Hatteras Street, Woodland Hills, CA, 91367 USA.
Halpern, Diane F dan Mary L. LaMay.2000. The Smarter Sex: A Critical Review of Sex Differences in Intelligence. Educational Psychology Review, Vol. 12, No. 2.
Jansoon, Ninna, et al.2009. Understanding Mental Models of Dilution  in Thai Students. International Journal of Environmental & Science Education Vol. 4, No. 2, 147-168.
Ozmen, Haluk.2011. Turkish primary students' conceptions about the particulate nature of matter. International Journal of Environmental & Science Education Vol. 6, No. 1, 99-121.
Sears, David O, et al.1985. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Seoung-Hey, Paik. (2004). K-8th grade Korean students’ conceptions of ‘changes of state’ and ‘conditions for changes of state’. International Jurnal of Science Education VOL. 26, NO. 2, 207–224.
Suwardi, Surya.2011. Pembuatan Video Pembelajaran Sifat Diskontinu Materi pada Mata Pelajaran IPA SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan
Taasoobshirazi, Gita & Carr, Martha.2008. Gender Differences in Science : An Expertise Perspective. Educ Psychol Rev 20 : 149-169.
Terlecki, Melissa S dan Nora S . Newcombe.2005. How Important Is the Digital Divide? The Relation of Computer and Videogame U sage to Gender Differences in Mental Rotation Ability. Sex Roles, Vol. 53, Nos. 5/6, DOI: 10.1007/s11199-005-6765-0



































Tidak ada komentar:

Posting Komentar